Jumat, 12 Oktober 2018

TUGAS UTS SASTRA LISAN


TUGAS UTS SASTRA LISAN.

Nama                          : Putri Beny Mawarsih
NIM                            : 170621100023
Kelas                           : PBI 3A
Dosen Pengampu        : Ahmad Jami’ul Amil, M.Pd.

Soal
1.  1    Uraikan sejarah dan perkembangan sastra lisan di Eropa, Asia Tenggara, dan Indonesia!
2.    2.  Jelaskan pemikiran tokoh tokoh sastra lisan aliran Perancis dan Amerika!
3.    3.  Uraikanlah teori penyebaran sastra lisan dan teori migrasi lisan!
4.   4.   Jelaskan pengertian folklore, sastra lisan, dan tradisi lisan!
5.  5.  Buatlah judul penelitian sastra lisan dan jelaskan menggunakan teori apa untuk mengkaji judul tersebut!

Jawaban
1.  1.  Pertama, adalah sejarah dan perkembangan sastra lisan di Eropa. Bentuk minat untuk sastra lisan di Eropa Barat pada abad ke-18 yaitu munculnya reaksi terhadap klasisme yang menyanjung-nyanjung zaman klasik sebagai puncak kebudayaan manusia. Minat sastra tersebut muncul dalam bentuk nyanyian-nyanyian dan dalam pemakaian bahasa spontan oleh masyarakat primitif. Sastra lisan primitif tersebut, misalnya balada, dongeng-dongeng rakyat. Perkembangan sastra lisan di Eropa terjadi pada abad ke 18, dalam rangka perkembangan kebudayaan yang lebih luas, yang sering disebut Romatik. Berkat perkenalan dengan dunia lain, manusia yang disebut primitif ditemukan oleh manusia Eopa Barat. Orang yang disebut primitif dimuliakan karena nyanyian nyanyian dan dalam pemakaian bahasa spontan. Dan di pihak lain, penyair Barat sendiri mulai menciptakan karya yang meneladani sastra lisan yang primitif itu. 
    Kedua, adalah perkembangan sastra lisan di Asia Tenggara. Karena di Asia Tenggara merupakan rumpun Melayu.  Bahasa sanskrit telah mempengaruhi bahasa melayu sejak pengaruh kebudayaan hindu hingga zaman kedatangan Islam pada abad ke 13 masehi. Banyak perkataan sanskrit atau hindu tua yang dipinjam  dan masih dipakai dalam bahasa melayu sampai sekarang. Dalam keagamaan seperti sembahyang, dewa, dewi, dosa, siksa, nirwana. Syurga, neraka, restu serta sebagainya, dan dalam kehidupan sehari-hari seperti budi, karya, jasa, gajah, cipta, boneka, negara, guru, harta, warna,duka, jiwa dan beratus ratus kata sanskrit lain yang tanpa sadar kita pakai itu berasal dari bahasa Hindu tua. Disamping bahasa, pengaruh sastra India juga banyak berkembang dalam sastra melayu. Epik-epik ramayana dan mahabarata telah melahirkan berbagai prosa atau hikayat dalam sastra melayu. Unsur-unsur sastra Hindu juga mempengaruhi cerita-cerita pelibur lara, cerita jenaka, cerita berbingkai dan sebagainya. Begitu juga pengaruh dalam puisi melayu seperti mantra, seloka dan gurindam.
Ketiga, adalah perkembangan sastra lisan di Indonesia, sudah mulai terjadi sejak dahulu, dimulai dengan kemunculan dongeng yang diceritakan oleh leluhur kepada anak anaknya. Jadi, telah terbentuk rantai dongeng yang tidak putus hingga generasi mereka. Setelah berdongeng, mereka lanjutkan dengan berteka teki dengan ciri khas masing masing anak. Perkembangan sastra di Indonesia dimulai dari sastra lisan karena manusia mengenal tulisan setelah ia mengenal lisan. Jadi segala kebudayaan yang dituturkan secara lisan dan diwariskan dengan metode lisan dalam kajian sastra lisan, yang meliputi cerita rakyat, teka teki rakyat, drama kerakyatan, syair, gurindam, dan lain lain. Di Indonesia, pengumpulan bahan cerita rakyat, puisi rakyat, dan teka teki rakyat dilakukan pada abad ke 19 oleh penyiar agama nasrani dari Eropa. Kesimpulannya adalah perkembangan sastra lisan di Indonesia dimulai dari kegiatan penerjemah Kitab Injil yang sejak awal abad 19 diutus ke Hindia Belanda oleh Lembaga Alkitab Belanda, dengan tugas utama untuk menerjemah Kitab Injil dalaam berbagai bahasa Nusantara, tetapi mereka selalu ditugaskan pula sebagai persiapan bagi tugas utama, untuk secara ilmiah meneliti bahasa dan kesusastraan.

2. 2. Aliran Perancis, Istilah sastra bandingan kali pertama muncul di negara Inggris yang dipelopori oleh para pemikir Perancis seperti Fernand Baldensperger, Jean-Marie Carre’, Paul van Tieghem, dan Marius-Francois Guyard. Mereka ini dalam ilmu sastra bandingan akhirnya lebih dikenal sebagai pelopor aliran Perancis atau aliran lama (Hutomo, 1993: 1). Pada perkembangan selanjutnya, sastra bandingan ini juga berkembang di Amerika, mengembangkan konsep-konsep sastra bandingan aliran Perancis, sehingga sastra bandingan aliran Amerika ini disebut sebagai aliran baru (Hutomo, 1993: 1). Aliran Perancis sebagai aliran lama berpendapat bahwa sastra bandingan adalah pembandingan sastra secara sistematik dari dua negara yang berlainan (Hutomo, 1993: 1). Sastra Bandingan versi aliran Perancis hanya membolehkan pengkajian karya sastra dengan jenis karya yang sama dan setara. Sejenis dan setara yang dimaksud misalnya puisi dengan puisi, cerpen dengan cerpen, naskah drama dengan naskah drama, dan seterusnya. Meskipun pada akhirnya hal ini juga mengalami perkembangan melalui berbagai terobosan, misalnya puisi dengan novel, drama dengan roman dan seterusnya. Sedikitnya aliran Perancis tidak menerima kemunculan aturan Sastra Bandingan versi Amerika ini. Mereka menyebut aliran Amerika telah menjadikan Sastra Bandingan kehilangan isi dan tujuan pengkajiannya sendiri. Aliran Perancis dianggap sebagai aliran klasik.  
Aliran Amerika, versi aliran Amerika menganggap pengkajian Sastra Bandingan seharusnya tidak sebatas itu saja, Kajian Sastra Bandingan tidak disempitkan. Dengan alasan itu, aliran ini pun memperkenalkan pengkajian perbandingan karya sastra dengan disiplin seni lain, misalnya puisi dengan lukisan, puisi dengan patung, cerpen dengan lagu, atau puisi dengan seni arsitek, aliran Amerika dipandang sebagai aliran yang lebih moderen. Aliran Amerika berpandangan lebih luas. Aliran Amerika tidak hanya membandingkan dua karya sastra dari dua negara yang berlainan, tetapi juga membandingkan sastra dengan bidang ilmu atau seni tertentu (Hutomo, 1993: 3). Oleh aliran Perancis hal tersebut tidak disetujui. Namun dalam praktiknya ternyata aliran Perancis juga melaksanakan konsep aliran Amerika (Hutomo, 1993: 4).

3. 3.  Teori penyebaran sastra lisan, ada dua teori yang tersebar di Eropa, yakni teori monogenesis dan teori polygenesis. Pada monogenesis dimaksudkan bahwa suatu penemuan diikuti proses difusi atau penyebaran. Sementara poligenesis yakni berarti penemuan penemuan itu sendiri.
Teori monogenesis dipelopori oleh Jacob dan Wilhelm Grimm yang hidup pada abad 19 M. Grimm menyatakan bahwa dongeng yang telah mereka kumpulkan di Jerman sebenarnya adalah mite yang sudah rusak, yang berasal dari rumpun Indo – Eropa Kuno. Di pihak lain, Max Muller berdasarkan hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa semua nama dewa utama Eropa melambangkan fenomena matahari. Lalu, teori poligenesis dipelopori oleh Andrew Lang. Menurut pandangannya, setiap kebudayaan di dunia mempunyai kemampuan untuk melahirkan unsur unsur kebudayaan yang sama dalam setiap taraf evolusi yang sama. Apabila ada motif cerita rakyat yang sama dari beberapa negara karena masing masing negara memiliki kemampuan untuk menciptakannya secara berdiri sendiri maupun sejajar. 
Migrasi sastra lisan, perpindahan sastra lisan dapat dibandingkan dengan perpindahan “kata kata budaya”. Sebab sastra lisan penyampainnya dari mulut ke mulut melalui media bahasa. Cerita dari bahasa satu berpindah ke bahasa yang lain, atau dari dialek yang satu ke dialek yang lain. Selain itu menurut Benfey [dalam Hutomo, 1991 : 75] migrasi juga dapat terjadi melalui sastra tulis. Migrasi dapat terjadi karena perpindahan a whole community. Misalnya perkawinan, perpindahan orang. Pewarisan sastra lisan dapat berupa horizontal maupun vertikal. Pewarisan horizontal misalnya dari tetangga ke tetangga, atau dari media sosial. Sedangkan pewarisan secara vertikal adalah dari orang tua kepada anaknya.

4. Folklor, Folklore merupakan gabungan dari dua kata Folk dan Lore, Kata Folklore Berasal dari bahasa Inggris yang masing-masing memiliki arti sebagai berikut: Folk adalah sekelompok orang yang memiliki ciri khas tertentu seperti kebudayaan, fisik  yang membedakan dengan kelompok lainnya. Lore adalah kebudayaan  yang diwariskan secara turun-temurun secara lisan maupun Isyarat. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Folklor adalah adat istiadat tradisional dan cerita rakyat yang diwariskan secara turun-temurun, tetapi tidak dibukukan.  Jadi dapat disimpulkan bahwa Folklore adalah suatu kebudayaan manusia (kolektif) yang diwariskan secara turun-temurun dari generasi ke generasi. Baik itu dalam bentuk lisan maupun isyarat. Folkore identik dengan tradisi dan kesenian yang telah berkembang pada zaman sejarah yang telah menyatu didalam kehidupan masyarakat.
Sastra lisan, Sastra lisan adalah berbagai tuturan verbal yang memiliki ciri-ciri sebagai karya sastra pada umumnya, yang meliputi puisi, prosa, nyanyian, dan drama lisan. Sastra lisan (oral literature) adalah bagian dari tradisi lisan (oral tradition) atau yang biasanya dikembangkan dalam kebudayaan lisan (oral culture) berupa pesan-pesan, cerita-cerita, atau kesaksian-kesaksian ataupun yang diwariskan secara lisan dari satu generasi ke generasi lainnya (Vansina, 1985: 27-28). Dengan demikian, dapat ditarik kesimpulan yang jelas bahwa sastra lisan itu sekumpulan karya sastra atau teks-teks lisan yang memang disampaikan dengan cara lisan, atau sekumpulan karya sastra yang bersifat dilisankan yang memuat hal-hal yang berbentuk kebudayaan, sejarah, sosial masyarakat, ataupun sesuai ranah kesusasteraan yang dilahirkan dan disebarluaskan secara turun temurun, sesuai kadar estetikanya.
Tradisi lisan, adalah pesan atau kesaksian yang disampaikan secara turun-temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya. Pesan atau kesaksian itu disampaikan melalui ucapan, pidato, nyanyian, dan dapat berbentuk pantun, cerita rakyat, nasihat, balada, atau lagu. Pada cara ini, maka mungkinlah suatu masyarakat dapat menyampaikan sejarah lisan, sastra lisan, hukum lisan dan pengetahuan lainnya ke generasi penerusnya tanpa melibatkan bahasa lisan.

5Judul penelitian sastra lisan, penelitian dengan judul “Analisis Mitos Lembu Suro di Kediri Menggunakan Teori  Strukturalisme Levi-Strauss” Analisis struktural Lévi-Strauss banyak memanfaatkan data etnografi. Pendekatan dan cara kerja penelitian Levi-Strauss dikemukakan dalam bukunya Mythologiques. Sepintas lalu mitos tampak aneh, tidak memiliki arti,tetapi bagi Levi-Strauss, mitos memiliki tata bahasa tertentu. Mitos bahkanmerupakan sebuah alat logika untuk menjelaskan berbagai kontradiksi yangdialami umat manusia. Mitos merupakan hasil kreatifitas kejiwaan manusia yang bebas.


TERIMA KASIH.

 




Tidak ada komentar:

Posting Komentar