Senin, 12 Juni 2017

Kembali

Aku tak pernah menyesal.
            Namaku tidaklah penting, asal usulku juga tak penting, segalanya tentangku sangat tak penting. Bukan hendak menutupi, hanya saja memang digariskan untuk tertutup. Siapa gerangan yang ingin mengetahui siapa aku, tak ada. Usia ku 30 tahun. Perjalananku telah 30 tahun, dan kisah hidupku berjalan 30 tahun. Tidak ada yang menarik dari kisahku selain kenyataan bahwa aku bodoh.
            Usiaku 7 tahun kala itu. Putih merah adalah seragamku. Seperti halnya anak seumuranku, aku pergi ke gudang ilmu, katanya.  Tuntutlah ilmu setinggi langit, kata orang bijak. Ibuku mengatakan hal sama, sekedar meniru atau tahu makna? Entahlah, siapa peduli. Aku tak pernah menuntut apapun, begitupun dengan ilmu.
            Guruku adalah orangtua kedua bagi kita, kata orang orang. Tugas adalah jembatan untuk mendapat pengetahuan, mereka bilang begitu. Tidak untukku, guruku adalah pengganggu tidur nyenyakku. Tugas adalah perusak kebebasanku. Aku tumbuh berpegangan prinsip itu.
            Putih biru. Baju kebanggan usia belasan. Usiaku. Terjaga ditengah malam demi mengerjakan sesuatu, itu hal yang asing. Berangkat pagi dan pulang sore, itu hal yang membosankan. Aku malas melakukan semua hal konyol itu. Bagiku itu percuma. Menghabiskan uang hanya untuk satu buku. Tiada guna.
            Menginjak usia 16 tahun, masa SMA adalah hal yang berkesan, masa yang tak terlupakan, masa yang indah untuk di ingat. Itu masih kata mereka. Aku tak mengenal mereka itu siapa, mengapa mereka mengatakan hal yang tak masuk masuk nalar. Aku juga tak peduli apa yang mereka katakan, bagiku itu hanya kiasan.
            Hidupku pilihanku, orang lain mengganggu, abaikan dan pergilah berlalu. Menurutku begitu. Ku lakukan apa yang menjadi inginku. Aku pergi ke kota mengikuti seniorku. Bekerja di toko baju. Tak penting berapa receh yang kuterima, asal bedak dan nasi terpenuhi sudah cukup buatku lega. Tak peduli apa kata mereka, mereka hanya melihat dengan menghakimi. Seenak hati membuka lisan tanpa perkiraan. Bermaksud menggurui dengan pepatah lama tanpa paham makna di dalamnya.
            Dari usia 16 tahun hingga seperempat abad, tak pernah sekalipun aku beranjak dari toko baju. Meski upah hanya cukup membeli gincu, aku tak pernah ragu akan gengsiku. Tanpa perlu penjelasan, sudah jelas jika catatan hutangku sudah menjadi buku. Tidak ada pilihan lagi selain melarikan diri, bersembunyi tanpa perlu kembali. Menyebrangkan diri di pulau sepi penuhi, aku disini. Sendiri. Lima tahun aku menetap, tanpa seorang sanak saudara. Bekerja seadanya demi meneruskan nafas. Makan hari ini, mencari lagi esok hari.
            Aku mengatakan jika aku tak pernah menyesal, memang benar yang kukatakan. Tidak ada penyesalan. Hidup itu pilihan, inilah kehidupan. Aku mengatakan jika aku tak pernah menyesal, memang benar yang kukatakan. Percuma menyesal di masa tua, tak ada guna, semua telah berlalu, masa muda itu telah pergi. Aku mengatakan jika aku tak pernah menyesal, memang benar yang kukatakan. Saat ini aku tidak butuh rasa menyesal, aku hanya ingin kembali.
            Kembali ke waktu seragam putih merah di badanku, mengerjakan tugas seperti teman temanku, menganggap guru sebagai ibu. Kembali ke waktu itu.
            Kembali ke waktu seragam putih biru menjadi kebanggaan usia belasan saat itu, sepertiku. Kembali ke waktu itu.
            Kembali ke waktu dimana seharusnya aku melanjutkan pendidikan dan mengikuti kata kata mereka itu. Seharusnya begitu. Kembali ke waktu itu.
            Berani memikirkan segala kemungkinan, aku kembali memikirkan jika aku menuntut ilmu dikala itu, aku mungkin bisa melampui diriku dan kenyataanku. Masih mungkin. Apa salahnya dengan mungkin? Tidak, tidak ada yang salah.
            Aku tak pernah menyesali masa mudaku yang tak peduli dengan ilmu. Sama sekali tidak ada prasangka penyesalan, hanya saja diusiaku yang semakin tua, aku hanya mengharapkan kembali dan memulai segalanya dari awal. Menata hidupku dengan ilmu, mengisi segala hampa dengan ilmu, dan beranjak dewasa dengan ilmu. Masa mudaku itu akankah kembali? Tidak. Aku harus memulai dari sini. Berakhir atau bertahan? Biarkan aku yang tahu.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar